Skip links

Pakar ATR/BPN Bongkar Konflik Agraria di Tanah Adat dalam Kuliah Umum UNIMED

Tata ruang yang tumpang tindih, dominasi kepentingan ekonomi, dan minimnya representasi masyarakat adat dalam perencanaan menjadi akar persoalan konflik agraria yang masih berlarut-larut di Indonesia. Isu strategis ini mengemuka dalam Kuliah Umum yang digelar Jurusan Pendidikan Geografi FIS Unimed, pada Kamis (20/11/2025).

Kuliah bertajuk “Tata Ruang, Konflik Agraria, dan Perjuangan Agraria pada Tanah Adat; Perspektif Geografi, Kebijakan dan Keadilan Ruang” ini menghadirkan pembicara kunci, Dr. Sutaryono, S.Si., M.Si., Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN. Acara yang berlangsung di Ruang Sidang Lantai III FIS UNIMED ini dihadiri secara antusias oleh ratusan mahasiswa dan dosen.

Dalam paparannya, Dr. Sutaryono mendalami kompleksitas persoalan yang melatarbelakangi konflik agraria, khususnya di wilayah tanah adat. “Permasalahan mendasarnya multidimensi. Mulai dari ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang, tumpang tindih perizinan, hingga lemahnya pengawasan di lapangan,” ujarnya di hadapan peserta.

Namun, ia secara khusus menyoroti dua hal yang kerap memicu ketegangan. “Dominasi kepentingan ekonomi yang seringkali mengabaikan nilai-nilai sosial-budaya, ditambah dengan minimnya representasi dan partisipasi masyarakat adat dalam proses perencanaan tata ruang dari hulu, merupakan sumber konflik yang berulang,” tegas Sutaryono.

Meski memaparkan masalah yang pelik, narasumber dari pemerintah ini juga menawarkan sejumlah strategi penyelesaian yang sedang dan akan diimplementasikan. Langkah-langkah sistematis tersebut antara lain penguatan basis data spasial melalui integrasi One Map Policy sebagai fondasi kebijakan yang akurat.

“Selain itu, penyelesaian konflik dilakukan melalui pendekatan mediasi, program redistribusi tanah, serta skema legalisasi aset. Yang tak kalah penting adalah mendorong partisipasi aktif masyarakat, termasuk masyarakat adat, dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR),” jelasnya.

Strategi lainnya adalah dengan konsisten menerapkan prinsip keadilan ruang untuk memastikan distribusi manfaat ruang yang lebih setara bagi semua lapisan masyarakat, serta penguatan regulasi dan pengawasan di tingkat daerah.

Acara yang dibuka secara resmi oleh Wakil Dekan Bidang Akademik FIS UNIMED, Muhammad Ridha Syafii Damanik, S.Pi., M.Sc., ini menekankan pentingnya isu ini dalam konteks akademik. “Isu agraria dan tata ruang adalah jantung dari pendidikan geografi. Ia berkaitan langsung dengan keberlanjutan lingkungan, kesejahteraan masyarakat, dan keadilan dalam pembangunan wilayah,” ujar Damanik dalam sambutannya.

Sesi diskusi berlangsung hidup dan interaktif. Mahasiswa Pendidikan Geografi menunjukkan kepedulian tinggi dengan mengajukan berbagai pertanyaan kritis. Mulai dari realitas konflik tanah adat di Sumatera Utara, efektivitas implementasi RTRW/RDTR di daerah, ketidakharmonisan regulasi sektor agraria, hingga tantangan konkret pemerintah dalam menegakkan keadilan spasial bagi kelompok marginal.

Kuliah umum ini tidak hanya berhasil memperkaya wawasan akademik tetapi juga membuka perspektif baru bagi calon pendidik dan praktisi geografi. Melalui kegiatan semacam ini, Jurusan Pendidikan Geografi FIS UNIMED berharap dapat memperkuat kompetensi mahasiswa dan membangun jejaring yang sinergis dengan instansi pemerintah, seperti ATR/BPN, untuk menciptakan kurikulum yang responsif terhadap dinamika geospasial nasional. (Humas Unimed/eo)