Dosen Unimed Latih Istri Nelayan di Desa Perupuk Kab. Batubara Ubah Limbah Biota Laut Menjadi Produk Bernilai Seni
Batubara, 19 Juni 2025 – Desa Perupuk, sebuah desa pesisir di Kabupaten Batubara, kini menunjukkan geliat baru dalam pemberdayaan masyarakat, khususnya bagi ibu-ibu rumah tangga yang selama ini menjadi pendamping utama para nelayan. Melalui sebuah program inovatif bertajuk “Pendampingan Pembuatan Barang Seni Etnis Melayu Berbasis Limbah Biota Laut Hasil Tangkapan Nelayan bagi Para Ibu Rumah Tangga di Desa Perupuk”, para ibu mendapatkan pelatihan intensif untuk mengubah limbah laut menjadi produk seni bernilai ekonomis sekaligus berakar pada budaya Melayu yang kental.
Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Kemitraan Masyarakat (PKM) yang diselenggarakan oleh tim akademisi UNIMED yang berasal dari berbagai disiplin ilmu, yakni Dr. Osberth Sinaga, M.Si. (ketua), Muslim, S.Pd., M.Pd., Zaisun, S.T., M.M., Mariadi, dan Dinul Islami, M.A. Program ini bermitra erat dengan Kepala Desa Perupuk dan difokuskan pada pemberdayaan ibu-ibu para istri nelayan yang sehari-hari bergelut dengan kehidupan di pesisir. Dalam kegiatan ini, tim abdimas mendapat pendampingan langsung dari perwakilan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) UNIMED.
Dalam sambutannya, Osberth Sinaga menjelaskan bahwa, selama ini limbah hasil tangkapan nelayan seperti bintang laut, cangkang kerang, alga, gabus laut, dan berbagai biota laut lainnya, kurang mendapat perhatian untuk dimanfaatkan secara optimal. Kebanyakan warga desa masih memandang bahan-bahan tersebut sebagai “sampah” yang hanya dibuang atau dibiarkan terbuang sia-sia. Padahal, di tangan para ibu kreatif, limbah ini dapat menjadi bahan baku seni rupa yang tidak hanya bernilai estetika tinggi tetapi juga ekonomis.
“Limbah biota laut yang selama ini kami anggap tidak berguna ternyata bisa diolah menjadi karya seni yang indah dan memiliki nilai jual. Pelatihan ini sangat membuka wawasan kami,” ujar Wak Ida (59 tahun), salah seorang peserta pelatihan yang juga istri nelayan.
Tim pelaksana memberikan pendampingan langsung mulai dari teknik pengumpulan, pembersihan bahan, hingga proses pembuatan barang seni seperti hiasan dinding, aksesori rumah, dan berbagai kerajinan lain yang mengangkat estetika dan nilai budaya Melayu.
Tak hanya aspek ekonomi, program ini juga menitikberatkan pada pelestarian budaya lokal. Seni etnis Melayu menjadi identitas yang dibangkitkan kembali melalui karya-karya berbasis limbah laut tersebut. Hal ini menjadikan produk seni tidak hanya sekedar barang konsumsi, tetapi juga sarana memperkuat jati diri masyarakat pesisir yang selama ini kurang mendapat sorotan.
“Melalui produk seni ini, kita ingin menumbuhkan rasa bangga pada budaya Melayu dan sekaligus menciptakan peluang usaha yang berkelanjutan,” jelas Dr. Osberth Sinaga, ketua pelaksana.
Fokus pada ibu-ibu rumah tangga sebagai pelaku utama dalam kegiatan ini merupakan langkah strategis. Perempuan di desa ini seringkali menjadi tulang punggung ekonomi keluarga ketika suami mereka melaut. Dengan pelatihan keterampilan seni ini, mereka mendapatkan peluang untuk mengisi waktu luang dengan aktivitas produktif yang dapat menambah pendapatan keluarga.
“Pemberdayaan perempuan di daerah pesisir sangat penting. Mereka tidak hanya belajar seni tapi juga belajar menjadi wirausaha yang mandiri,” ujar Muslim, salah satu pendamping kegiatan.
Kepala Desa Perupuk, dalam sambutannya saat acara puncak di Balai Desa, memberikan apresiasi tinggi terhadap program ini. Menurutnya, kegiatan seperti ini sangat membantu meningkatkan kualitas hidup warga dan menggerakkan ekonomi desa secara berkelanjutan.
“Ini langkah positif yang membawa manfaat ganda, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun budaya. Kami berharap program ini terus berlanjut dan diperluas ke wilayah lain,” kata Kepala Desa Perupuk.
Ke depan, tim pelaksana juga merencanakan pendampingan lebih intensif serta pengembangan jejaring pemasaran produk secara digital agar kerajinan berbasis limbah laut ini dapat menjangkau pasar yang lebih luas, bahkan sampai ke tingkat nasional maupun internasional.
Program ini menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi antara akademisi, pemerintah desa, dan masyarakat dapat menghasilkan solusi kreatif atas masalah lokal. Tidak hanya mengatasi limbah yang terbuang percuma, tetapi juga menciptakan peluang usaha baru dan memperkuat kearifan lokal.
Dengan keberhasilan kegiatan ini, Desa Perupuk semakin dikenal sebagai desa inovatif yang mampu memanfaatkan potensi alam dan budaya untuk kesejahteraan masyarakatnya.(Humas Unimed)